Dalam hukum perkawinan terdapat 3 jenis perjanjian yaitu Perjanjian Pra-Nikah, Perjanjian Pisah Harta, dan Perjanjian Perkawinan. Ketiga perjanjian ini memiliki pengertian yang sama, yaitu Perjanjian yang dibuat dalam suatu ikatan perkawinan.
Apa itu Perjanjian Pra-Nikah?
Perjanjian Pra-Nikah merupakan sebuah perjanjian yang dibuat oleh calon mempelai sebelum mereka menikah secara sah. Perjanjian ini akan mengikat kedua mempelai, yang biasanya berisi tentang pembagian harta benda masing – masing jika suatu saat terjadi perceraian atau kematian.
Manfaat Dibuat Perjanjian Perkawinan
Berikut beberapa manfaat dari dibuatnya suatu perjanjian perkawinan :
- Tentang pemisahan harta kekayaan, jika tidak ada harta gono-gini syaratnya, harus dibuat sebelum pernikahan dan harus dicatatkan di tempat pencatatan perkawinan
- Tentang pemisahan hutang, dalam perjanjian perkawinan dapat diatur mengenai masalah hutang yang akan tetap menjadi tanggungan dari pihak yang membawa hutang. Hutang yang dimaksud adalah hutang yang terjadi sebelum pernikahan, selama pernikahan, setelah perceraian bahkan kematian.
- Tanggung jawab terhadap anak-anak hasil pernikahan tersebut terutama mengenai masalah biaya hidup anak, dan biaya pendidikannya harus diatur sedemikian rupa berapa besar kontribusi masing-masing orang tua, dalam hal ini tujuannya agar kesejahteraan anak-anak tetap terjamin
Isi Perjanjian Pranikah yang Dilarang Hukum
KUH Perdata, mengatur sejumlah hal yang dilarang dalam sebuah Perjanjian Pra-Nikah, yaitu :
- Tidak Boleh Bertentangan dengan Kesusilaan serta Ketertiban Umum
Pada Pasal 139 KUH Perdata, menyatakan bahwa para calon suami – istri dengan perjanjian dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik, tata tertib umum, dan sejumlah ketentuan yang berlaku.
- Tidak Boleh Mengurangi Hak Suami
Pada Pasal 140 KUH Perdata, menyatakan bahwa Perjanjian Perkawinan tidak boleh mengurangi hak suami, baik sebagai suami maupun sebagai ayah / kepala keluarga dan hak – hak lainnya yang diatur pada undang – undang.
- Tidak Boleh Mengatur Warisan
Pada Pasal 141 KUH Perdata, menyatakan bahwa para calon suami – istri dalam perjanjian tersebut tidak boleh melepaskan hak atas warisan keturunan mereka pun turut tidak boleh mengatur warisan tersebut.
- Tidak Boleh Berat Sebelah dalam Hal Utang
Pada Pasal 142 KUH Perdata, menyatakan bahwa para calon suami – istri tidak boleh membuat perjanjian yang membuat salah satu pihak memiliki kewajiban berhutang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan harta bersama.
- Tidak Boleh Menggunakan Hukum Asing sebagai Dasar Hukum Perkawinan
Pada Pasal 143 KUH Perdata, menyatakan bahwa para calon suami – istri tidak boleh membuat perjanjian dengan kata sepintas, bahwa ikatan mereka diatur oleh undang – undang, kita undang – undang luar negeri, atau beberapa adat kebiasaan, atau peraturan daerah yang berlaku di Indonesia.
Dasar Hukum Perjanjian Pra-Nikah
Perjanjian Pra-Nikah diatur oleh ketentuan Pasal 21 ayat (1), ayat (3), Pasal 36 ayat (1) UUPA dan Pasal 29 ayat (1), Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan yang berbunyi sebagai berikut :
“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”
Dengan ketentuan tersebut, maka Perjanjian Pra-Nikah dibuat sebelum Perkawinan dilangsungkan.
Pendaftaran Perjanjian Pra-Nikah dapat dilakukan setelah Pernikahan berlangsung hal ini sesuai dengan Hasil akhir, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, melalui Putusan No. 69/PUU-XIII/2015, menolak sebagian permohonan yang diajukan dan memberikan tafsir sehubungan dengan perjanjian perkawinan, sehingga perjanjian perkawinan juga bisa dibuat selama dalam ikatan perkawinan.
Dan juga melalui putusan itu, pendaftaran/pengesahan/pencatatan prenuptial agreement tidak lagi dilakukan di Pengadilan Negeri tetapi dilakukan di Dukcapil setempat.
Cara Pendaftarannya
Pendaftaran atau pencatatan perjanjian kawin bagi pasangan beragama Islam, dilakukan sesuai dengan ketentuan dari Kementrian Agama, adalah sebagai berikut :
- Pencatatan perjanjian pranikah dilakukan sebelum, pada waktu perkawinan dan selama ikatan perkawinan disahkan oleh Notaris dan di catat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN);
- PPN mencatat perjanjian pra nikah di dalam buku nikah;
- Khusus perkawinan yang tercatat di negara lain, tetapi perjanjian pra nikah dibuat di Indonesia, maka berlaku ketentuan khusus
Syarat Pembuatan Perjanjian Pra-Nikah
Berikut ini adalah syarat Perjanjian Pra Nikah :
- KTP calon suami istri, atau suami istri
- KK calon suami istri, atau suami istri
- Fotokopi akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh Notaris yang telah dilegalisir dan menunjukkan aslinya;
- Kutipan Akta Perkawinan
- Apabila pemohon adalah WNA maka lampirkan Paspor / kitas (untuk WNA)
Dokumen tersebut diperlukan dalam proses pembuatan Akta di Notaris dan proses pendaftaran di Dukcapil dengen proses sebagai berikut:
- Tanda tangan Minuta Akta Perjanjian Pra Nikah di hadapan Notaris
- Dibuatkan salinan akta oleh notaris
- Akta didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat atau di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.